JAMBIMANTAP.COM, Sungai Penuh – Pernyataan keras datang dari kalangan mahasiswa menyikapi dugaan tindakan tidak etis yang dilakukan oleh salah satu anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Sungai Penuh, Fahrudin. Fahrudin terekam mengucapkan kata-kata kasar dan merendahkan seperti “anjing” dan “monyet” yang ditujukan kepada para pekerja bangunan di lokasi proyek Pasar Beringin, Sungai Penuh.
Ketua Umum Ikatan Mahasiswa Kerinci Sungai Penuh (IMKS) Jambi, Andica Dwi Beja, mengecam keras perilaku tersebut, menyebutnya sebagai tindakan yang sungguh memalukan dan mencederai martabat seorang wakil rakyat.
Mencederai Martabat dan Hilangnya Empati
Menurut Andica, seorang pejabat publik seharusnya menjadi teladan dalam bersikap santun dan bijaksana, bukan malah mempertontonkan arogansi dan tutur kata yang merendahkan masyarakat kecil.
“Pekerja bangunan adalah rakyat yang bekerja keras demi memenuhi kebutuhan hidup — bukan objek penghinaan. Tindakan menghina dengan sebutan binatang adalah bentuk pelecehan yang tidak bisa ditolerir dalam ruang demokrasi yang beradab,” ujar Andica Dwi Beja dalam keterangannya kepada jambimantap.com.
IMKS Jambi menilai bahwa sikap Fahrudin bukan sekadar luapan emosi pribadi, melainkan sebuah indikasi krisis moral dan hilangnya rasa empati dari sebagian pejabat terhadap rakyat yang seharusnya mereka wakili.
“Ucapan seperti ‘anjing’ dan ‘monyet’ tidak pantas keluar dari mulut seorang wakil rakyat yang disumpah untuk melayani masyarakat,” tegas Andica.
Desakan Sanksi Tegas dan Terbuka
Menyikapi insiden ini, IMKS Jambi mendesak lembaga dan pihak berwenang untuk segera mengambil tindakan.
“Kami mendesak DPRD Kota Sungai Penuh serta partai politik terkait untuk segera memberikan sanksi tegas dan terbuka kepada Fahrudin,” tuntut Ketua Umum IMKS Jambi tersebut.
IMKS Jambi memperingatkan agar perilaku seperti ini tidak dibiarkan menjadi kebiasaan yang dapat membusukkan marwah lembaga legislatif. Organisasi mahasiswa ini juga menegaskan komitmennya untuk selalu berdiri di sisi rakyat, menolak segala bentuk kesewenang-wenangan dan arogansi pejabat.
“Kekuasaan tanpa etika hanya melahirkan kehancuran moral. Kami menyerukan agar para pejabat publik mengingat kembali bahwa jabatan adalah amanah, bukan alasan untuk merendahkan manusia lain,” tutup Andica Dwi Beja.
0 Comments